Kecenderungan banyak orang menganggap kerusakan lingkungan akan menimbulkan bencana alam. Benar, tapi masih sedikit orang beranggapan kerusakan lingkungan tidak berhubungan dengan bencana bagi ketersediaan pangan. Padahal sebelum kerusakan lingkungan yang menyebabkan bencana alam seperti banjir bandang, longsor dan lain-lain, pada tahap awal mengancam bencana bagi ketersediaan pangan.
Kekurangan pangan selalu dikaitkan dengan gagalnya pertanian tanaman pangan, atau tingkat laju pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan ketersediaan pangan, sehingga kerusakan lingkungan tidak dikaitkan ancaman bencana bagi ketersediaan pangan. Kekurang pahaman masyarakat akan kaitan kerusakan lingkungan dengan ketersediaan pangan membuat masyarakat kurang atau tidak peduli dengan kerusakan lingkungan.
Bagi masyarakat Indonesia, anggapan ini diterima yakni kerusakan lingkungan tidak memiliki kaitan dengan ketersediaan pangan. Bila ada sekelompok masyarakat, suku bangsa yang komplein tentang kerusakan lingkungan karena tanaman produksi pertanian mereka rusak atau gagal panen dianggap dan dinilai tidak tepat sasaran, tidak relevan atau tidak memiliki kaitan dengan produksi pertanian tanaman pangan.
Kekurangan pangan selalu dikaitkan dengan gagalnya pertanian tanaman pangan, atau tingkat laju pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan ketersediaan pangan, sehingga kerusakan lingkungan tidak dikaitkan ancaman bencana bagi ketersediaan pangan. Kekurang pahaman masyarakat akan kaitan kerusakan lingkungan dengan ketersediaan pangan membuat masyarakat kurang atau tidak peduli dengan kerusakan lingkungan.
Bagi masyarakat Indonesia, anggapan ini diterima yakni kerusakan lingkungan tidak memiliki kaitan dengan ketersediaan pangan. Bila ada sekelompok masyarakat, suku bangsa yang komplein tentang kerusakan lingkungan karena tanaman produksi pertanian mereka rusak atau gagal panen dianggap dan dinilai tidak tepat sasaran, tidak relevan atau tidak memiliki kaitan dengan produksi pertanian tanaman pangan.
Hal ini pernah terjadi bagi masyarakat Kabupaten Toba Samosir yang komplaien terhadap kerusakan lingkungan di kabupaten itu disebabkan limbah pabrik yang membuat produksi tanaman pangan (padi) sawah milik para petani gagal panen. Tanaman pagi tumbuh kerdil dan bulir-bulir padi hampa atau tanpa isi padi yang nantinya menjadi beras ketika telah dipanen. Begitu juga dengan masyarakat petani di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara yang komplaein terhadap kerusakan lingkungan sebab tanaman pangan (pohon mangga) milik mereka gagal berbuah meskipun telah berbunga akan tetapi bunga buah Mangga pada gugur dan tidak menghasilkan buah mangga.
Gagalnya produksi pertanian tanaman pangan bagi Indonesia merupakan satu ancaman yang serius karena dampaknya sangat sistemik. Gagalnya panen awal dari bencana ketersediaan pangan, akan tetapi pemerintah selalu mencari solusi yang bukan menyelesaikan akar masalah. Pemerintah Indonesia selalu mencari jalan pintas dengan melakukan impor produksi pertanian tanaman pangan. Langkah yang dilakukan pemerintah dengan melakukan impor pangan, tidak bijaksana karena akar masalahnya tidak diselesaikan.
Akibatnya setiap tahun terus meningkat jumlah impor produksi pertanian pangan. Selama dua periode Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) yakni 2005 – 2009 dan 2009 – 2014 data impor Indonesia untuk beras meningkat 117 persen, daging sapi meningkat 234 persen, bawang merah meningkat 76,2 persen, gula 61,7 persen, cabai 56 persen, gandum 13,1 persen, kedelai 10,9 persen (sumber data diolah dari Bappenas 2014).
Melestarikan Lingkungan
Jika Indonesia benar sebagai negara agraris (pertanian) maka seharusnya lingkungan hidup Indonesia tidak rusak akan tetapi tetap terjaga, lestari dengan alami. Hasilnya pasti Indonesia bukan sebagai negara pengimpor produksi pangan akan tetapi menjadi pengekspor produksi pertanian.
Ketika Indonesia menjadi pengimpor pangan maka bencana ketersediaan pangan sudah di depan mata dan alam yang alami sudah berkurang atau alam sudah rusak. Lihat saja data Statistik lahan pertanian tanaman pangan selama lima tahun terakhir (2004-2008), lahan tanaman padi hanya mengalami peningkatan sebesar 0,47 juta hektar dengan komposisi 11,92 juta hektar tahun 2004 menjadi 12,39 juta hektar tahun 2008.
Semakin sempit lahan pertanian maka semakin kecil Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Indonesia. Artinya, semakin kecil luas lahan RTH maka lingkungan hidup semakin tidak sehat. Lahan pertanian hampir tidak ada lagi di daerah perkotaan maka semakin sedikit daerah resapan air dan semakin sedikit produksi oksigen serta temperature (suhu) bumi semakin tinggi. Logikanya semakin bertambah jumlah penduduk maka semakin banyak dibutuhkan pangan dan bila semakin banyak dibutuhkan pangan maka semakin luas lahan pertanian yang dibutuhkan. Saling terkait satu dengan yang lainnya.
Indonesia sebagai negara agraris (pertanian) seharusnya memiliki lahan pertanian yang luas dan lingkungan hidup Indonesia semakin baik. Kini pertanyaan muncul tentang eksistensi (keberadaan) Indonesia sebagai negara pertanian dan tentang lingkungan hidup negara Indonesia.
Bila saja lingkungan hidup di Indonesia terjaga dengan baik, lestari maka lahan pertanian tanaman pangan Indonesia tetap eksis dan bencana ketersediaan pangan tidak terjadi maka dari itu menyelamatkan lingkungan hidup akan menyelamatkan ketersediaan pangan di Indonesia. Lingkungan hidup yang baik akan menghasilkan produksi pertanian tanaman pangan yang baik.